Malam semakin larut, hening kian menyiksa. Bulan pucatpasi
tenggelam bersama gelap, bintang apalagi. Datang dan pergi sesuka hati. Hidup
adalah lukisan langit, kadang benderang, redup, terang, dan berakhir digulita.
Dan aku menemukan sekian orang yang singga dipelipur hatiku dini hari. Mereka
berlalu bagai bintang. Dan dan pergi sesuka hati, hanya saja bulan masih pucat tuk
beranjak sampai puncak.
Mereka yang datang ialah orang-orang yang haluan kakinya
tersentak bersama karang tajam, atau lebih tepatnya mereka adalah orang-orang
pengecut. Lari dari masalah misalnya. Atau bahkan ingin masalah lari dari
padanya.
“ manusia butuh masalah untuk mengenal apa itu masalah bagi
dirinya. Tanpa masalah kita tidak akan pernah mengerti apa itu tujuan hidup
kita”
Dan sepeti itulah simulasiku. Hidup memang harus dinikmati, tapi
jangan sekali-kali membiarkan hidup mempermainkanmu.
Aku datang dari kesukaran
hidup yang membuatku mampu menulis kalimat seperti di atas. Apalah artinya aku
yang hanya menulis dalam ketidaktahuan. Apa gunanya aku kalau hanya bercerita
dalam gelap. Pengecutkah aku? Penipukah aku apabila hanya menangis bersama doa?
Manusia butuh menulis dari ketidaktahuan dalam doa. Dan aku
percaya betul hal itu. Jika kau bertanya kenapa dan mengapa, maka aku hanya
punya satu alasan duniawi yaitu “ IBU”.Ibu adalah dunia kecil yang kupunya. Ibu
adalah alasan aku menulis dari ketidaktahuan. Ibu adalah landasan doa-doaku.
Setetes air mata yang mendera wajahnya, sebutir keringat yang
menggenang ditubuhnya adalah untuk aku. Aku dan aku.