Selasa, 08 November 2016

PEREMPUAN TERAKHIR





Malam semakin larut, hening kian menyiksa. Bulan pucatpasi tenggelam bersama gelap, bintang apalagi. Datang dan pergi sesuka hati. Hidup adalah lukisan langit, kadang benderang, redup, terang, dan berakhir digulita. Dan aku menemukan sekian orang yang singga dipelipur hatiku dini hari. Mereka berlalu bagai bintang. Dan dan pergi sesuka hati, hanya saja bulan masih pucat tuk beranjak sampai puncak.
Mereka yang datang ialah orang-orang yang haluan kakinya tersentak bersama karang tajam, atau lebih tepatnya mereka adalah orang-orang pengecut. Lari dari masalah misalnya. Atau bahkan ingin masalah lari dari padanya.
“ manusia butuh masalah untuk mengenal apa itu masalah bagi dirinya. Tanpa masalah kita tidak akan pernah mengerti apa itu tujuan hidup kita”
Dan sepeti itulah simulasiku. Hidup memang harus dinikmati, tapi jangan sekali-kali membiarkan hidup mempermainkanmu.
Aku datang dari  kesukaran hidup yang membuatku mampu menulis kalimat seperti di atas. Apalah artinya aku yang hanya menulis dalam ketidaktahuan. Apa gunanya aku kalau hanya bercerita dalam gelap. Pengecutkah aku? Penipukah aku apabila hanya menangis bersama doa?
Manusia butuh menulis dari ketidaktahuan dalam doa. Dan aku percaya betul hal itu. Jika kau bertanya kenapa dan mengapa, maka aku hanya punya satu alasan duniawi yaitu “ IBU”.Ibu adalah dunia kecil yang kupunya. Ibu adalah alasan aku menulis dari ketidaktahuan. Ibu adalah landasan doa-doaku.
Setetes air mata yang mendera wajahnya, sebutir keringat yang menggenang ditubuhnya adalah untuk aku. Aku dan aku.